Senapan Angin PCP Luger Full Tanam



Senapan Angin PCP Luger Full Tanam
Kondisi Barang : Baru
Harga : Rp. 2.500.000 
 
Spesifikasi:
- Panjang tabung 32 cm OD 28
- Od 13 alur 12 Panjang laras 65 cmdi Condom Od22
 - Caliber .177
- Laras Baja
- Manometer
- Single shot
- Tabung Stenlist Od28
- Power 3000 psi

Telp dan SMS : 0878 2555 6858
PIN BB : 29FFC218
Facebook : tokosenapan_04@yahoo.com

Senapan Angin PCP Remington Dural





Senapan PCP call 4,5mm Remington
Kondisi Barang : Baru
Harga : Rp. 2.200.000
Spesifikasi:
- Panjang tabung 50 cm OD 32
- Od 13 alur 12 Panjang laras 65 cm 
 - Caliber .177
- Laras Baja
- Stelan Per
- Manometer
- Single shot
- Tabung Dural Od32
- Power 2800 psi

Telp dan SMS : 0878 2555 6858
PIN BB : 29FFC218
Facebook : tokosenapan_04@yahoo.com

Senapan PCP call 4,5mm AirArm Botol Kecap




Senapan PCP call 4,5mm AirArm Botol Kecap  
Kondisi Barang : Baru
Harga : Rp. 4.500.000

Spesifikasi:
- Tabung Botol Dural tebal 6mm
- Laras baja OD 13 ulir 12 65cm
- Magazine Rotari 10
- Safety Triger
- Manometer
- Power 3000 psi
- Type pcp caliber .177 / 4.5mm
  
Telp dan SMS : 0878 2555 6858
PIN BB : 29FFC218
Facebook : tokosenapan_04@yahoo.com

Senapan PCP call 4,5mm Remington





Senapan PCP call 4,5mm Remington
Kondisi Barang : Baru
Harga : Rp. 2.200.000

Spesifikasi:
- Panjang tabung 50 cm OD 32
- Od 13 alur 12 Panjang laras 65 cm di Condom Od 19
- Caliber .177
- Laras Baja
- Stelan Per
- Manometer
- Single shot
- Tabung Steblist
- Power 3000 psi
Telp dan SMS : 0878 2555 6858
PIN BB : 29FFC218
Facebook : tokosenapan_04@yahoo.com

Balistik Bagian 1: Ballistic Coefficient (BC) dan Kecepatan Mimis

Tampaknya saat ini kita telah memasuki musim penghujan. Waktu yang tersedia bagi saya untuk melatih tembakan saya di halaman semakin terbatas dan beberapa materi observasional harus menunggu juga sampai perbaikan performa senapan saya dikerjakan. Waktu yang tepat untuk memikirkan dan belajar suatu topik yang lebih berat. Pada artikel kali ini saya berusaha memahami misteri kecepatan mimis dan istilah ballistic coefficient. Jujur banyak kesulitan dalam saya mempelajari materi ini karena seperti yang saya katakan sebelumnya; saya alergi dengan berbagai rumus matematika dan fisika. Namun demi memberi pengertian yang lengkap dan benar saya coba mencernanya pelan-pelan. Sebagian besar artikel saya kali ini saya ambil dari tulisan Profesor Mike Wright dalam kolom Technical Airgun dari majalah Airgun Sport yang entah diterbitkan pada edisi yang mana. Selengkapnya dapat anda unduh pada situs ini.
Karena ternyata pokok bahasan ini sangat sulit untuk saya ringkas, saya akan memecah pokok bahasan ini ke dalam beberapa bagian.

***
Pernahkah anda berpikir kapankah saatnya mimis mencapai kecepatan maksimalnya? Saya selalu memikirkannya saat pertama kali mempelajari senapan angin. Berpikir dan berasumsi dengan konsep fisika klasik pada gerakan parabolik benda (berdasarkan kenangan buruk saya pada soal-soal fisika semasa SMU), saya selalu berkhayal bahwa suatu mimis masih mengalami percepatan/akselerasi sepanjang lintasannya. Tapi ternyata saya salah paham. Konsep antara gerakan parabolik pada suatu benda yang diluncurkan dan pada suatu proyektil senjata api/senapan angin ternyata berbeda. Bahkan studi fenomena ini sudah menjadi suatu disiplin ilmu khusus yang digolongkan dalam studi transitional ballistic/intermediate ballistic yang merupakan bagian dari external ballistic.

Dalam referat saya kali ini saya mencoba menjawab pertanyaan dan penasaran saya terhadap kecepatan proyektil (dalam hal ini adalah mimis) dalam berbagai jarak dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kecepatan tersebut.

Sebelum memahami apa saja yang mempengaruhi kecepatan mimis, saya harus mengetahui bagaimana kecepatan suatu mimis dibentuk. Dalam penelusuran saya didapati bahwa mimis bergerak maju karena:

1. Perbedaan tekanan udara antara bagian belakang (rok mimis) dan bagian depan mimis (kepala mimis).
Prinsip ini berlaku pada senapan pneumatik (dalam hal ini senapan multipump/uklik dan PCP/senapan gas dan berlaku juga untuk senapan gejluk). Semakin tinggi selisih tekanan dan semakin lama selisih tekanan ini berlangsung, maka semakin tinggi kecepatan yang akan dihasilkan. Untuk menciptakan kedua faktor tersebut, maka sebuah mimis harus membentuk seal yang rapat pada bagian rok-nya dan harus melewati suatu tabung di mana tabung ini harus cukup panjang untuk mimis berakselerasi. Setelah melewati ujung tabung ini (yaitu ujung laras), mimis tidak lagi mengalami akselerasi karena gaya pendorongnya yang berupa perbedaan tekanan udara telah hilang. Dikatakan semakin panjang suatu laras, maka kecepatan yang dihasilkan pada senapan jenis pneumatik ini akan semakin tinggi. Hal ini berhubungan dengan banyaknya waktu yang dialami mimis dalam perbedaan tekanan tersebut sehingga memberi kesempatan lebih lama untuk berakselerasi dan mencapai kecepatan tertingginya. Sudah banyak bukti yang menerangkan teori ini. Salah satu favorit saya pada senapan angin adalah data ini.
Talon barrel test
Gambar 1. Tabel perbandingan kekuatan per hammer (Kolom Kiri) pada senapan Airforce Talon dengan kecepatan yang dihasilkannya menggunakan 3 panjang laras yang berbeda (Kolom Atas, dalam inchi).
Diambil dari http://www.pyramydair.com/blog/2013/08/testing-the-effect-of-barrel-length-on-a-precharged-rifle/
Perbedaan tekanan di belakang rok mimis ini sendiri diciptakan dari pemuaian udara yang dimampatkan sebelumnya. Sifat kecepatan pemuaian udara, peningkatan volume, dan tekanan akhir gas ini juga berbeda-beda antara: udara atmosfer, CO2, maupun gas lain seperti propana (mis. green gas, pada airsoft gun). 
Gaya penyeimbang yang berlaku pada mimis ini adalah hambatan udara dan terutama adalah friksi/gaya gesek dengan tabung (dalam hal ini permukaan rifling laras).
Kemampuan meracik tekanan udara dan panjang laras adalah faktor utama yang menentukan kecepatan mimis sebuah senapan di atas faktor penentu lainnya. Isu ini ditunjukkan pula pada data di atas di mana pada kekuatan udara yang terlalu lemah, panjangnya laras justru memberi kerugian.

2. Momentum yang diterima mimis akibat bertubrukan dengan benda yang memiliki massa dan kecepatan yang lebih besar darinya. 
Prinsip ini berlaku pada senapan spring-piston/per di mana sebuah mimis dihantam oleh sebuah piston/seher yang memiliki massa jauh lebih berat dan kecepatan lebih tinggi. Piston ini sendiri mendapatkan energinya dari pelepasan energi potensial sebuah per yang dikompresikan. Dalam proses ini kolom udara terbentuk dan kolom ini berfungsi sebagai bantalan (air cushion) untuk menghantarkan energi benturan secara merata pada permukaan rok mimis dan mencegah piston secara langsung membentur bagian ujung tabung kompresi/reciever.
Pada mekanisme ini akselerasi mimis terjadi sangat cepat dan menurut Gerald Cardew (penulis buku "Airgun: From Trigger to Target") mimis telah mencapai puncak kecepatannya pada 6" pertama dihitung dari pangkal laras. Maka dalam hal ini, bila gaya penyeimbang yang diterima mimis yang bergerak adalah sama yaitu friksi, panjang laras adalah suatu kerugian karena melewati batas akselerasinya hanya akan meninggalkan gaya gesek/friksi pada mimis. Oleh karena itu para perancang senapan angin jenis spring-piston ini biasanya memilih laras yang relatif lebih pendek daripada senapan angin berjenis pneumatik.

Sesaat setelah mimis meninggalkan laras dikatakan terdapat gaya (force) fisika lain yang mempengaruhi laju dan arah mimis. Gaya yang berperan mempengaruhi laju dan gerak mimis setelah meninggalkan laras adalah gaya gravitasi dan hambatan udara (air drag). Gaya gravitasi selalu mengarahkan mimis ke arah pusat bumi (ke bawah) sedangkan hambatan udara dapat menggerakan mimis ke segala arah tergantung arah dan kecepatan angin. Karena hambatan udara sendiri terutama bersifat sebagai counter-force terhadap gaya gerak mimis (gaya yang melawan, sesuai Hukum Ketiga Newton tentang Aksi-Reaksi), maka mimis akan segera mengalami deselerasi setelah meninggalkan laras.

Gambar 2. Gaya yang mempengaruhi mimis selama mimis bergerak dalam lintasannya. Diambil dari http://www.airguns.bg/files/akraba/BC/44550241-The-Ballistic-Coeficient-Explai.pdf

Dikatakan bahwa deselerasi yang dialami oleh mimis ini berada dalam rasio yang konstan. Artinya untuk setiap jarak yang ditempuh oleh mimis terdapat suatu angka pengurang kecepatan yang tetap. Sebagai contoh: sebuah mimis yang bergerak 600 fps diukur pada ujung larasnya ternyata menunjukkan kecepatan 492 fps pada 10 meter pertama (berarti kecepatannya berkurang 18%), maka bila diukur pada 20 meter mimis ini akan memiliki kecepatan 403 fps (berkurang lagi sebanyak 18%) dan bila diukur lagi pada 30 meter mimis ini akan memiliki kecepatan 337 (berkurang lagi 18%). Pengurangan kecepatan ini terjadi dengan pola yang tetap dan bersifat eksponensial.
Mengetahui bahwa kecepatan mimis berkurang setelah meninggalkan laras, maka kita dapat menentukan kecepatan mimis tersebut pada jarak tertentu. Dan jika kita mengetahui rasio pengurang tersebut, maka kita akan mengetahui di mana mimis akan berhenti bergerak. Jarak yang ditunjukkan saat proyektil ditembakkan sampai proyektil itu diam dinamakan jangkauan balistik. Dalam ilmu balistik jangkauan ini disebut sebagai ballistic range dan biasa dinyatakan dalam satuan yards.

Ballistic Coefficient (BC) pada Mulanya
Perjumpaan pertama saya dengan istilah ini ketika saya mencoba software Chrono Connect Lite. Saat itu saya tidak mengerti dan tidak menyadari seberapa pentingnya faktor dalam istilah ini. Semakin saya mencoba mempelajari istilah ini, semakin saya menyadari keberadaannya dan penggunaannya pada dunia tembak-menembak. Yang saya tahu sebelum saya mencoba menyusun referat ini adalah semakin besar nilai BC suatu proyektil, katakan di atas 1, maka semakin baik proyektil tersebut memelihara energinya dan semakin baik dalam melawan dorongan udara (air drift). Namun pada kenyataannya, BC suatu mimis senapan angin sangat kecil dan tidak akan pernah melebihi nilai 1 (berada di kisaran 0.01-0.03 saja). Jadi apakah semua mimis senapan angin ini sangat buruk dalam desainnya?
Dikatakan pada tahun 1860, seorang Pendeta dari Inggris bernama Francis Bashforth melakukan percobaan pada berbagai proyektil artileri menggunakan pendulum balistik. Menemukan kesulitan dengan banyaknya jenis proyektil saat itu, beliau mengusulkan penggunaan sebuah "proyektil standar" sehingga performa proyektil lain dapat dibandingkan dengan performa proyektil standar tersebut tanpa harus melakukan perhitungan ulang. Hasil performa balistik proyektil yang beliau dapatkan, dinyatakan lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan proyektil  standar tersebut. Sebagai konsekuensinya, beliau mengusulkan istilah ballistic coefficient (yang pada intinya adalah hambatan udara/air drag) yang didasarkan pada proyektil standar berbentuk silinder berhidung tumpul, berdiameter 1 inci dan seberat 1 pon (pound atau lb).
Sekitar 20 tahun kemudian yaitu pada tahun 1881, Perusahaan Jerman bernama Krupp melakukan penelitian dengan konsep serupa.dengan proyektil standar yang digunakan sebagai referensi adalah sebuah peluru silinder beralas rata dan berujung tumpul. Proyektil standar ini dinamakan model proyektil standar C. Data yang didapatkan dari penelitian ini dikatakan sangat akurat. Dan oleh seorang insinyur militer Rusia bernama Mayevski data ini dipergunakan untuk menemukan model matematika yang dapat menjelaskan dan memprediksi lintasan (trajectory) peluru tersebut. Kemudian data dari penelitian Krupp dan model matematika dari Mayevski ini, oleh seorang perwira dari angkatan darat Amerika Serikat bernama Kolonel James Ingalls diadaptasi, disederhanakan dan disarikan dalam tabel. Ingalls menggunakan proyetil standar yang hampir mirip dengan milik Krupp dan dinamakan model proyektil G1. Tabel ini dikenal sebagai 'Ingalls Tables' dan dipergunakan oleh personil tentara yang tidak mau terlalu dipusingkan dengan urusan matematika.

Krupp Standard projectile (2K gif)
Gambar 3. Model Proyektil Standar "C" oleh Krupp. 
Angka yang ditunjukkan adalah perkalian dengan ukuran diameter peluru/kaliber. Pada kaliber 1" maka didapatkan panjang 3", panjang badan silinder 1.7", dan radius (jari-jari) lingkaran hidung sebesar 1.49". Diambil dari http://www.frfrogspad.com/drgshape.htm.

Gambar 4. Model Proyektil Standar "G1" oleh Ingalls. 
Ukuran yang tercantum merupakan perkalian dengan kaliber peluru. Diambil dari http://www.frfrogspad.com/drgshape.htm.

Saat ini performa proyektil yang ditembakkan populer dibandingkan dengan proyektil standar model G1 tersebut di atas. Idenya adalah memberikan skala perbandingan performa suatu proyektil dengan performa proyektil G1 tersebut.
Namun saat ini model proyektil lain yang digunakan sebagai standar juga berkembang sesuai dengan berbagai bentuk proyektil yang diproduksi. Dikatakan model G1 hanya akurat dipergunakan untuk menentukan BC suatu proyektil yang memiliki bentuk sejenis dan ditembakan pada kecepatan subsonic (di bawah kecepatan suara, sekitar 350 m/s  atau 1100 fps) dengan jarak di bawah 700 yards. Saat ini saja tercatat sudah 11-an model proyektil yang diajukan dan digunakan sebagai proyektil standar untuk menyempurnakan beberapa kelemahan pada model proyektil standar G1. Saat ini produsen peluru banyak yang memilih model proyektil standar G7 yang memiliki ekor seperti bentuk perahu (boat-tail) dan dikatakan lebih dapat menggambarkan lintasan dengan jarak di atas 700 yards. Masalahnya setiap produsen akan mencari BC terbesar yang mereka bisa dapatkan untuk meningkatkan citra performa pelurunya dan tentunya penjualannya.
Untuk menentukan BC suatu proyektil termasuk mimis maka persamaan berikut sangat populer digunakan.
BC_{Bullets} = \frac{SD}{i} = \frac{M}{i \cdot d^2}
  • BCBullets = ballistic coefficient.
  • SD = sectional density, SD = massa dari peluru/proyekti dalam pound atau kilogram dibagi dengan kaliber dikwadratkan dalam inchi atau meter.
  • i = form factor, i = \frac{C_{B}}{C_{G}}; (CG ~ 0.5191).
  • CB = Drag coefficient dari peluru/proyektil yang diukur.
  • CG = Drag coefficient dari proyektil standar model G1.
  • M = Massa peluru atau proyektil, lb atau kg
  • d = diameter peluru, in atau m

Dikatakan bahwa BC merupakan pembagian dari massa suatu penampang dengan pangkat dua dari kalibernya. Maka besarnya suatu BC sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan kwadrat kalibernya. BC sering ditunjukkan tanpa satuan, walaupun sebenarnya memiliki satuannya sendiri. BC dinyatakan dalam satuan lb/in2 atau psi (untuk unit imperial) atau kg/m2 (untuk unit metric).
Sedangkan untuk menentukan Drag Coefficient (CD) diketahui menggunakan persamaan berikut.

c_\mathrm d = \dfrac{2 F_\mathrm d}{\rho v^2 A}\,




F_\mathrm d\, adalah drag force, yang berdasarkan definisi adalah komponen gaya dalam arah kecepatan aliran fluida (dalam hal ini udara).
\rho\, adalah kepadatan massa fluida, dalam hal ini udara 1 atm pada suhu 20-35 C bernilai ~ 1.15-1.2 kg·m−3.
v\, adalah kecepatan obyek relatif terhadap fluida (udara), dalam m/s.
A\, adalah area efektif yang berkontak dengan fluida (udara), dalam m3.

Dari persamaan di atas diketahui bahwa CD berbalik terbalik dengan pangkat dua kecepatan dan luas area efektif.

Beberapa Kelemahan Perhitungan Ballistic Coefficient Berbasis CD
Kelemahan pendekatan menggunakan rumus BC berbasis CD di atas yaitu model proyektil standar yang digunakan sebagai pembanding memiliki bentuk conical (kerucut). Sedangkan seperti kita ketahui bahwa suatu mimis yang berbentuk diabolo (dua bola) memiliki area efektif berbentuk spherical (bola atau setengah bola)  sehingga CD pada bentuk ini pasti memiliki nilai yang berbeda (sekitar 0.42-0.47, nilai CD dari bentuk setengah bola dan bola). Akibatnya dalam aplikasinya di dunia nyata menggunakan berbagai bentuk proyektil, hasil perhitungan lintasan yang didapatkan tidak sesuai dengan kenyataannya.
Kelemahan lain yang didapatkan adalah dari berbagai data penelitian dikatahui bahwa CD berubah seiring dengan berubahnya kecepatan. Berikut ini salah satu gambar yang menarik untuk menggambarkan perubahan CD pada kecepatan yang berbeda dari sebuah mimis berdiameter 4.5 mm.

Gambar 5. Variasi Drag Coefficient pada berbagai kecepatan.
Diambil dari http://www.network54.com/Forum/79537/thread/1254669078/Ballistic+Coefficients+based+on+G1+model-%60

Atau pada penggunaan riil di dunia senapan angin, ada pula data yang menarik untuk menunjukkan perubahan BC akibat perbedaan kecepatan mimis. Hasil selengkapnya dapat disimak di sini.
Lalu CD suatu mimis juga akan berbeda nilainya setelah mimis mengalami deformitas dalam laras. Bayangkan suatu bentuk spheris mimis berubah menjadi bergerigi karena cetakan rifling dalam laras yang tentunya akan merubah CD area efektif mimis tersebut. Belum lagi seperti diulas sebelumnya, mimis saat meninggalkan laras akan mengalami gerakan sepanjang lintasannya. Gerakan berputar seperti yawing dan precession dalam berbagai sudut tentunya akan mempengaruhi CD yang diukur. Saya menyerah untuk memikirkannya sampai sejauh ini.

Jarak Balistik sebagai penentu Ballistic Coefficient
Telah saya singgung sebelumnya bahwa kecepatan mimis yang ditembakkan akan mengalami deselerasi dengan rasio yang tetap. Kenyataan ini menggambarkan bahwa hambatan udara mengurangi kecepatan proyektil dengan rasio yang tetap.

Gambar 6. Hubungan Penurunan Kecepatan Seiring Jarak yang Ditempuh Akibat Hambatan Udara (Air Drag). Diambil dari http://www.airguns.bg/files/akraba/BC/44550241-The-Ballistic-Coeficient-Explai.pdf

Grafik di atas menunjukkan rasio pengurangan kecepatan terhadap jarak yang ditempuh oleh suatu proyektil. Bentuk grafik yang sama ditemukan pula pada berbagai fenomena alam. Sebagai contohnya yaitu pola hubungan aktifitas peluruhan radioaktif karbon yang mendasari perhitungan usia karbon (carbon dating) suatu artifak, hubungan antara kerapatan lingkaran hujan pada suatu batang pohon, bahkan hubungan penurunan nilai mata uang pada tingkat inflasi yang tetap. Fenomena ini dapat diukur dan membentuk pola grafik di atas. Bentuk pola di atas merupakan pola logaritma yang disebut logaritma alami (natural logarithm). Pola ini diungkapkan oleh seorang ahli matematika, fisika dan astronomi bernama John Napier sehingga disebut pula logaritma Napier. Nilai konstanta eksponen yang didapatkan dari perhitungan logaritma ini sebesar 2.7183 dan diberi lambang "e".
Menyadari keberadaan fenomena di atas pada hubungan kecepatan proyektil terhadap jarak, dari data yang yang dikumpulkan oleh tabel Ingalls ditemui bahwa pada jarak 8000 yards, pada proyektil yang memiliki BC sebesar 1.000 (satu) akan mengalami perlambatan sebesar 63% atau hanya menyisakan 37% dari kecepatan awalnya. Dengan membandingkan (membagi) jarak balistik dengan 8000 ini berarti menempatkan jarak balistik proyektil yang diukur dalam jangkauan logaritma alami menggunakan pembanding proyektil standar model G.
Penggunaan jarak balistik dalam rumus untuk menemukan BC yang menggunakan pengertian di atas, ialah:


BC = (D2 - D1) / [8000 * LOGe(V1/V2)] 


D1 = Jarak dalam yard, dari muzzle menuju chrono terdekat. 
D2 = Jarak dari muzzle menuju chrono yang lebih jauh. 
V1 = Kecepatan dalam fps yang diukur dari chrono terdekat. 
V2 = Kecepatan yang diukur pada chrono yang lebih jauh. 


Penggunaan rumus di atas telah diteliti dan data yang didapatkan menunjukkan hasil yang akurat pada proyektil berbentuk spheris (CD yang digunakan 0.5) dan memiliki kaliber 4.5 mm atau .177". Rumus ini telah digunakan pada banyak kalkulator yang dipergunakan untuk memperkirakan lintasan suatu proyektil. Salah satu yang populer di kalangan penembak senapan angin adalah Software keluaran Hawke Sports yang dinamakan ChairgunPro.

Jadi Apakah Sebenarnya Ballistic Coefficient Itu?
Sebenarnya BC adalah rasio pengurangan kecepatan akibat tahanan udara pada proyektil tertentu yang dibandingkan dengan proyektil standar G. Dengan mengetahui kecepatan proyektil/mimis pada dua jarak yang berbeda, kita bisa menentukan BC proyektil atau mimis yang kita hendak ukur. Hal ini melibatkan dua buah chronograph yang ditempatkan pada dua jarak yang sudah ditentukan sebelumnya. Satu pada jarak yang dekat dan satu lagi pada jarak yang lebih jauh.
Dikatakan metoda terbaik untuk menentukan BC ini adalah dengan mengukur sendiri kecepatan dari proyektil/mimis yang ditembakan oleh laras senapan sendiri pada dua titik yang dekat dan jauh menggunakan dua buah chronograph. Hal ini untuk menyingkirkan perbedaan CD akibat deformitas mimis yang tercipta selama mimis bergerak sepanjang alur laras.

Simpulan dan Penutup
  • Gaya yang bekerja pada suatu mimis setelah meninggalkan laras adalah gaya gravitasi dan hambatan udara (air drag).
  • Kecepatan proyektil (mimis) berkurang dengan rasio yang tetap setelah proyektil tersebut meninggalkan laras.
  • Hubungan kecepatan dengan jarak yang ditempuh bersifat eksponensial.
  • Ballistic Coefficient adalah rasio perbandingan pengurangan kecepatan akibat hambatan udara yang dibandingkan dengan proyektil standar G.
  • Ballistic Coefficient menggambarkan performa suatu proyektil (mimis) terhadap pengaruh hambatan udara (air drag)..
  • Nilai Ballistic Coefficient terbaik didapatkan dengan mengukur sendiri kecepatan yang didapatkan menggunakan proyektil (mimis) yang ditembakkan dari laras senapan sendiri dengan menggunakan dua chronograph.

Saya menyadari dengan keterbatasan intelejensi dan kompetensi saya, akan ada kesalahan dalam mengutip dan menarik simpulan mengenai topik yang sulit ini. Catatan yang saya buat dan publikasikan ini walaupun cukup untuk memuaskan keingintahuan saya, namun berpotensi menimbulkan lebih banyak pertanyaan dan koreksi dari pembaca yang lebih kompeten di bidang ini. Saya menyarankan pembaca mempelajari langsung dari sumbernya yang saya cantumkan pada akhir artikel ini untuk memberi wacana dan pengertian lebih lengkap. Dan tolong koreksi kesalahan saya.
Pada artikel selanjutnya saya akan mengulas penggunaan ballistic coefficient ini dalam praktek menembak yang lebih berguna dalam keseharian kita.

Balistik Bagian 2: Ballistic Range, Trajectory dan Aplikasinya.

Bagaimana sakit kepala anda setelah membaca artikel saya sebelumnya dalam seri referat balistik ini? Saya sendiri butuh banyak waktu untuk memulihkan diri dan merenung sebelum akhirnya cukup berani untuk memublikasikan artikel saya itu. Namun setelah semua sakit kepala itu, apa intinya dan tentunya apa manfaatnya buat saya? Apakah dengan mempelajari itu semua akan membuat saya menjadi penembak yang lebih baik? Itulah pertanyaan yang terbesar.

***
Pada Bagian 1 saya telah membahas gaya-gaya yang mempengaruhi kelajuan mimis dan keberadaan konsep Ballistic Coefficient (BC). Semua hal yang telah diulas sebelumnya akan bermuara pada perkiraan jarak/jangkauan balistik (ballistic range) dan lintasan terbang mimis (trajectory). Informasi BC mimis yang akurat akan memberikan perkiraan yang akurat atau setidaknya mendekati akurat dari kedua hal itu. Dalam menentukan ballistic range dan trajectory ini, saya akan menggunakan bantuan kalkulator balistik. Kalkulator balistik yang saya gunakan adalah ChairGun Pro yang banyak mendapat ulasan positif oleh para penggunanya.



Seorang penembak menggunakan kalkulator balistik dengan komputernya. 

Sedikit sharing tentang motivasi yang melandasi saya untuk mempelajari hal ini dan membagikannya. Rencananya saya akan mulai belajar menembak untuk berburu. Menggunakan senapan angin terutama jenis non-repeater dan single loader seperti yang saya miliki,  mengharuskan saya untuk tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan untuk mengenai target hidup.  Jadi mengenai target pada sekali tembak adalah tujuan pembelajaran saya. Karena meleset pada tembakan pertama berarti  kehilangan total. Tidak seperti kertas target yang diam dan akan berada pada tempat yang sama, mahluk hidup akan muncul dari mana saja dan akan melarikan diri bila tembakan kita meleset maupun tidak mengenai bagian vitalnya (kill zone). Tidak ada kesempatan kedua bagi senapan saya. Karena waktu untuk memompa dan memasukan mimis cukup bagi hewan buruan untuk melarikan diri. Setelah memiliki senapan yang akurat, mengetahui jangkauan efektif senapan dan lintasannya adalah modal penting untuk mencapai one-shot-one-kill.

Ballistic Range
Pertanyaan saya pada awal saya membeli senapan angin saya adalah, berapa jauh jarak tembak senapan ini? Waktu itu penjual senapan dengan meyakinkannya menjawab 20 meter untuk senapan per, 30 meter untuk senapan uklik, dan 50 meter untuk senapan PCP-nya. Apakah benar seperti ini?
Tenang, otak saya kali ini masih dalam pemulihan setelah pokok bahasan yang sulit terakhir. Kali ini saya tidak mau banyak mencari bagaimana hasil perhitungan ini didapatkan. Saya percayakan saja sepenuhnya pada kalkulator yang saya gunakan.
Ballistic range (BR) sendiri adalah cakupan jarak yang diukur dari saat suatu proyektil diluncurkan (dari ujung laras) hingga akhirnya berhenti. Supaya lebih mudah saya bayangkan, saya akan pelajari pokok artikel ini melalui sebuah skenario/kasus.
Masukkan data sebuah senapan yang mampu meluncurkan mimis RWS Superdome .177" 8.3 gr dengan kecepatan di ujung laras (muzzle velocity, MV) sebesar 700 fps dan BC diketahui 0.013. Kecepatan ini mudah didapatkan pada senapan Sharp Tiger Long Barrel standar pada 6 kali pompa.


Mimis RWS Superdome itu masih melaju di atas 160 yards atau lebih dari 150 meter. Apakah jawaban ini yang saya inginkan dari jangkauan senapan saya?
Bagaimana jika maksud pertanyaan saya adalah jarak maksimal senapan ini untuk membunuh hewan buruan? Jika kita konversikan grafik di atas dalam grafik hubungan energi kinetik dengan jarak yang ditempuh mimis maka akan didapati grafik seperti di bawah ini.


Saya ungkapkan sebelumnya bahwa sebuah mimis kaliber 4.5 mm dapat menembus kulit manusia pada energi sekitar 3.81-8.38 Joule. Ditunjukkan dalam grafik di atas hal ini berarti mimis RWS Superdome kita masih dapat menembus kulit manusia sampai jarak 60-an meter dan bahkan lebih jauh lagi bila hanya sekedar menembus kulit hewan kecil seperti tikus, kelelawar, maupun burung kecil. Inikah yang saya maksud dengan jarak tembak maksimal pada senapan saya? Yakinkah saya dapat mengenai seekor burung pada jarak 60 meter?
Seperti saya ulas sebelumnya, sebuah senapan Sharp Tiger Long Barrel standar dengan menggunakan mimis RWS Superdome dapat membentuk group sebesar 11.4 mm pada jarak 30 meter dengan menggunakan sandaran senapan. Artinya pada jarak 30 meter tersebut, saya berpeluang mengenai sasaran dalam area berdiameter 11.4 mm. Sedangkan diketahui bahwa untuk berpeluang menjatuhkan sasaran hewan buruan dalam satu kali tembakan, saya harus mengenai kill zone-nya. Bergantung pada ukuran hewan buruan tersebut, kill zone pada hewan kecil (small game animal) biasanya berukuran sekitar 1 inchi. Menurut saya inilah yang harus saya kejar untuk kepentingan berburu hewan kecil. Jarak paling jauh di mana senapan saya masih mampu menghasilkan diameter group sebesar 1 inchi. Dan terlebih baik lagi jika group itu didapatkan dengan posisi off-hand (senapan ditembakkan tanpa disandarkan, hanya dipegang dengan kedua  tangan). Dan saya yakin hal itu jauh lebih dekat lagi daripada kedua jarak yang saya sebutkan sebelumnya di atas.

Trajectory
Salah satu kegunaan lain mengetahui BC suatu mimis adalah untuk memperkirakan lintasan terbang (trajectory) mimis tersebut. Sekarang saya masukkan skenario di atas tadi pada grafik hubungan ketinggian terhadap jarak tempuh mimis kita. Seperti yang kita tahu suatu proyektil memiliki lintasan yang berbentuk parabola.


Bagaimana informasi di atas dapat berguna bagi saya? Saya sendiri menikmati kegiatan menembak dengan bantuan sebuah teleskop senapan (riflescope). Dengan bantuan alat ini saya dapat menentukan titik bidik (aim point) yang lebih pasti karena gambaran obyek yang dibentuk oleh riflescope ini mengalami pembesaran. Dipadukan dengan kualitas riflecope dan mounting yang baik, maka titik bidik tembakan saya akan selalu berada di tempat yang sama.
Saya tidak akan membahas banyak tentang riflescope pada saat ini. Namun dalam hubungannya dengan penggunaan trajectory, saya bisa mengambil beberapa manfaat dari data yang saya miliki menggunakan riflescope saya. Katakan pada kasus di atas saya hendak menembak sebuah sasaran hidup dengan kill zone berdiameter 1 inchi atau sekitar 2.54 cm. Saya biasa melakukan zero untuk riflescope saya pada jarak 20 meter. Maka bila saya masukkan ke dalam grafik hubungan antara POI (point of impact, titik tumbukan proyektil) dengan jarak tempuh proyektil akan saya dapatkan gambaran seperti di bawah ini.


Dari grafik di atas diketahui saya akan memiliki peluang untuk mengenai kill zone sebesar 1 inchi dari sasaran tersebut pada jarak 9.6 sampai 26.1 meter (PBR, point blank range: cakupan jarak tembak untuk mengenai daerah sasaran tanpa menyesuaikan sudut elevasi senapan). Dan seperti diketahui, diameter group yang saya dapatkan menggunakan mimis RWS Superdome pada jarak ini cukup rapat (di bawah 1 inchi). Maka saya memiliki peluang yang sangat baik pada jarak tembak ini.
Namun masalah timbul apabila saya harus menembak sasaran lain yang berada pada jarak yang berbeda-beda. Telah saya katakan sebelumnya bahwa menembak sasaran hidup tidak semudah menembak kertas target. Sasaran hidup dapat muncul dari mana saja. Dan tentunya bila saya harus melakukan zero terus menerus pada berbagai jarak, saya akan kehilangan waktu untuk mengenai sasaran.
Ada beberapa strategi untuk mendapatkan PBR yang cukup lebar. Berikut ini yang bisa saya kumpulkan:
1. Menciptakan kecepatan mimis setinggi mungkin.
Hal ini berkaitan dengan usaha menciptakan trajectory  sedatar mungkin. Dengan trajectory yang datar, dapat dibayangkan mimis akan berada dalam PBR lebih lama dan lebih jauh. Usaha ini dapat dikerjakan dengan menambah jumlah pompaan namun dapat berakibat kelelahan dan mengurangi usia pakai senapan. Menambah kecepatan juga dapat melibatkan usaha modifikasi pada jenis senapan yang sama, berarti lebih banyak hal teknis dan biaya untuk melakukan modifikasi ini dan biasanya hasil modifikasi akan merubah keseluruhan karakter bawaan senapan. Dan perlu diingat, kecepatan mimis memiliki batas yaitu kecepatan suara (subsonic). Melewati batas ini akan menyebabkan akurasi menderita.

2. Menggunakan mimis seringan mungkin.
Intinya usaha ini sama dengan poin di atas yaitu dalam rangka menciptakan trajectory sedatar mungkin. Namun kelemahan menggunakan mimis yang lebih ringan adalah BC yang dimilikinya akan semakin kecil. Seperti disinggung dalam artikel sebelumnya, pada drag coefficient yang sama BC berbanding lurus dengan massa proyektil dan berbanding terbalik dengan kwadrat kalibernya. Penurunan BC akan menyebabkan penurunan kecepatan yang lebih cepat akibat air drag sehingga mimis akan lebih cepat kehilangan energi kinetik yang dibutuhkan untuk melakukan penetrasi terhadap sasaran.

3. Memanfaatkan pengetahuan trajectory dan melakukan penyesuaian riflescope.
Dengan pengetahuan terhadap trajectory suatu mimis kita dapat meminimalkan usaha memompa, memodifikasi, dan mengganti mimis. Dikatakan suatu riflescope dapat di-zero pada lebih dari satu titik dari trajectory. Pada kasus yang saya gunakan, apabila saya melakukan zero pada jarak 12 meter maka mimis akan memiliki POI di pusat reticle pada jarak 12 dan 30 meter dan menghasilkan PBR pada jarak 8.1 sampai 33.1 meter (cakupan jarak ~ 25 meter). Hal ini lebih menguntungkan daripada PBR sejauh 16.5 meter menggunakan jarak zero 20 meter dari senapan yang sama, usaha pompa yang sama, dan mimis yang sama. Hasil yang didapatkan pun tetap sama karena energi kinetik yang terkandung pada mimis itu masih cukup pada jarak zero yang kedua (30 m). Sebaliknya, hasil yang didapatkan juga akan sama bila kita melakukan zero pada jarak 30 meter (second zero).

Senapan yang sama, jumlah pompaan yang sama dan mimis yang sama namun dengan PBR yang lebih panjang karena perubahan jarak zero riflescope.
Dan ada nilai tambah dengan pengetahuan tentang trajectory ini jika kita memiliki suatu riflescope yang memiliki reticle mil-dot. Dengan memiliki riflescope jenis ini kita tidak perlu terlalu mengira-ngira berapa banyak kita harus memompa senapan multipump kita pada jarak yang lebih jauh. Dengan membandingkan POI yang didapatkan terhadap letak dot pada reticle yang saya miliki, saya tinggal menyesuaikan titik bidik pada berbagai dot yang ada sesuai dengan perkiraan jarak sasaran. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat gambar di bawah ini.
Perkiraan jarak tembak terhadap POI di berbagai titik dalam reticle mil-dot standar dengan perbesaran 6X dan di-zero pada jarak 12 meter. Kolom sebelah kiri menunjukkan POI pada jarak yang dekat sedangkan kolom sebelah kanan menunjukkan POI pada jarak yang jauh.
Tentunya dengan kemampuan memperkirakan jarak (karena saya tidak memiliki rangefinder dan skala AO riflescope saya tidak bisa dipercaya), teknik menembak yang baik, kualitas senapan dan riflescope yang baik, serta kombinasi mimis dan laras yang tepat akan membuat saya mampu mencapai jarak yang lebih jauh dengan mempertimbangkan energi kinetik yang dibutuhkan. Dan menurut saya, pencarian terhadap kesempurnaan teknik menembak akan lebih menguntungkan daripada berusaha memodifikasi kekuatan senapan saya. Secarik contekan kecil tentang gambar di atas akan lebih sederhana dan murah daripada usaha modifikasi saya. Dan seandainya saya harus melakukan ubahan, mungkin investasi pada sistem picu/trigger yang baik dan laras yang bermutulah yang akan lebih bermanfaat untuk mendapatkan grouping yang lebih rapat pada jarak yang lebih jauh.
Simpulan dan Penutup

  • Ballistic coefficient (BC) bersama dengan profil mimis dan kecepatannya (MV) berguna dalam memperkirakan ballistic range dan trajectory suatu mimis.
  • Ballistic range (BR) adalah cakupan jarak yang diukur dari saat suatu proyektil diluncurkan (dari ujung laras) hingga akhirnya berhenti.
  • Mengetahui BR tanpa mengetahui tingkat akurasi senapan pada jarak tertentu akan kurang bermanfaat.
  • Mengetahui trajectory suatu mimis dapat berguna dalam memperhitungkan point of impact (POI) dalam berbagai jarak tembak.
  • Pengetahuan mengenai trajectory dapat membantu dalam mengoptimalkan penggunaan riflescope.

Sampai saat ini saya hanya mencatat penggunaan pengetahuan tentang trajectory pada senapan yang ditembakkan secara datar atau sedikit melakukan penyesuaian sudut ketinggian (inclination). Pada artikel selanjutnya saya akan mencoba membahas dan membuat catatan mengenai penggunaan pengetahuan ini pada usaha menembak dalam sudut kemiringan senapan yang lebih ekstrim.
Semoga berguna. Terbuka untuk masukkan dan pertanyaan.

Uji Akurasi Mimis Impor pada Sharp Tiger Long Barrel

Pada posting kali ini saya memasukkan catatan akurasi Sharp Tiger Long Barrel .177" milik sahabat saya menggunakan berbagai mimis impor yang telah kami kumpulkan. Diketahui bahwa setiap laras akan merespon mimis secara berbeda-beda. Maka menemukan mimis yang paling tepat untuk senapan ini adalah tujuan observasi kami saat ini. Alasan lain kami melakukan uji observasional ini adalah untuk memberikan data awal bagi perubahan yang akan dilakukan sahabat saya. Sahabat saya akan melakukan penggantian laras dengan salah satu merk laras terkemuka di Indonesia. Dengan melakukan pengujian ini diharapkan akan memberi data yang dibutuhkan dan akhirnya kesimpulan tentang manfaat penggunaan laras baru itu.
Pada pengujian kali ini kami melakukan uji tembak dengan jarak 20 dan 30 meter menggunakan mimis berprofil hidung dome. Jarak tembak kami hitung menggunakan meteran pita yang diukur dari sasaran menuju ujung laras. Untuk setiap mimis kami lakukan penembakan sebanyak 5 kali dengan melakukan pompaan efektif sebanyak 5 kali. Group yang terbentuk dari setiap tembakan kami ukur diameter center-to-center nya menggunakan jangka sorong dengan metoda terbaik yang dapat dilakukan. Sahabat saya menembak dengan posisi duduk (benchrest shooting) menggunakan riflescope yang memiliki fitur adjustable objective yang dapat menghindari gangguan parallax.

Mimis yang kami gunakan dipilih untuk mewakili berbagai produsen mimis yang produknya dapat ditemui di Indonesia dan mewakili berbagai kelompok berat. Mimis yang kami gunakan adalah:

  • JSB Exact RS 7.33 gr.
  • RWS Superdome 8.3 gr.
  • H&N Sport Field Target Trophy 8,64 gr.
  • Crosman Premier Heavy kemasan karton 10.5 gr.
  • H&N Sport Baracuda Match 10.65 gr (dikenal juga sebagai Beeman Kodiak Smooth Waist).
Mimis Impor dan Cappuccino dari Miss Silvia Buatan Sahabat Saya. Kombinasi letal dan latte untuk lupa waktu.

Pada saat pengujian angin berhembus sangat tenang. Sangat ideal untuk melakukan pengujian. Namun tidak jarang pada saat melakukan uji tembak didapati mimis flyer. Untuk tembakan yang diduga mengalami flyer kami melakukan tembakan tambahan untuk mengkonfirmasi flyer tersebut. Bila flyer terkonfirmasi maka ukuran 5-shot-group yang kami hitung tidak memasukkan flyer tersebut.

Jarak 20 meter

Kami melakukan zeroing pada jarak 20 m menggunakan mimis H&N Sport Baracuda Match. Pada jarak 20 meter H&N Sport Field Target Trophy berjaya dengan membukukan ukuran group sebesar 9.4 mm. Gambar group dapat dilihat di bawah ini.

Harga tidak bohong? Koreksi, harusnya group test tidak bohong!


Tanda X adalah flyer dan sudah kami konfirmasi dengan memberi tembakan tambahan.


Group mimis ini menyentuh bull's eye karena mimis inilah yang digunakan untuk zeroing.
Pada group test kali ini didapatkan bahwa group cenderung berada di zona kanan atas. Bentuk group yang cenderung bundar menepis keraguan saya atas kemampuan menembak sahabat saya. Memang keluhan akan kekerasan picu Sharp Tiger selalu terdengar, namun bila hal ini menjadi masalah tentunya group akan cenderung memanjang secara horisontal.

Jarak 30 meter

Pada jarak 30 meter H&N Sport Field Target Trophy kehilangan akurasinya dan RWS Superdome menjadi yang paling akurat pada jarak ini. Gambar selengkapnya dari group dapat dilihat di bawah ini.

Hal yang baik dari kualitas mimis ini adalah kestabilannya. Pada penambahan jarak, mimis ini tidak terlalu kehilangan akurasinya.
Pada jarak yang lebih jauh, mimis ini tetap stabil. RWS Superdome adalah pilihan  terbaik bagi semua jarak untuk Sharp Tiger milik sahabat saya.

Mimis ini sangat kehilangan akurasinya pada jarak yang lebih jauh.


Mimis favorit sahabat saya untuk berburu tikus tidak mampu bicara banyak pada jarak 30 m. Mau barter dengan sisa Crosman Premier Heavy saya saja, bro?

Penutup dan Simpulan
Tidak ada satupun mimis yang terbaik untuk semua jarak tembak. Terdapat mimis yang spesifik untuk setiap jarak tembak. Hal ini dapat diterangkan dengan teori kestabilan mimis yang berhubungan dengan koefisien balistik (ballistic coefficient, BC) dan kestabilan dinamik yang dimiliki oleh setiap mimis. Hal ini sudah saya rangkumkan pada posting sebelumnya.
Harga bukan sebuah patokan dalam memilih mimis yang terbaik. Dalam hal ini JSB Exact RS yang saya tebus dengan harga Rp. 190,000 (September 2013) tidak superior dalam ukuran group yang dihasilkannya. Namun desain yang baik dari mimis seperti yang ditunjukkan oleh mimis JSB Exact RS ini dapat memberi kestabilan dinamik yang lebih baik sehingga ukuran group tidak terpaut jauh seiring jarak yang bertambah.
Kami memiliki pemikiran bagaimana seandainya kecepatan mimis ditingkatkan katakanlah di atas 800-an fps. Kemungkinan ukuran group akan mengecil secara signifikan. Namun masalahnya hal ini melibatkan usaha pompa yang melelahkan (harus dipompa di atas 8 kali untuk mimis RWS Superdome). Sahabat saya berjanji akan melakukan pengujian ini di lain waktu. Jadi kita tunggu saja realisasi datanya.
Pemilihan mimis pada akhirnya adalah kompromi dari akurasi dan tingkat energi yang dikehendaki. Sahabat saya, yang biasa menembak tikus pada jarak 20 meter, merasa lebih mantap menggunakan mimis H&N Baracuda Match yang walaupun tidak lebih akurat dari RWS Superdome, namun bisa memberikan sudden death pada tikus yang tertembak.
Akhirnya ini adalah hasil pengujian pada senapan milik sahabat saja. Dikatakan untuk setiap senapan walaupun berasal dari merk dan jenis yang sama akan menunjukkan karakteristik yang berbeda. Namun semoga bisa menjadi referensi bagi pemilik senapan sejenis yang berkeinginan menggunakan mimis impor.

Mengapa Sebuah Mimis Dapat Stabil Meluncur?

Sewaktu saya memulai hobi senapan angin saya, timbul suatu pertanyaan. Kenapa bentuk mimis senapan angin tidak bulat sempurna atau berbentuk lonjong layaknya peluru senapan api? Bahkan sebelum saya mengenal senapan angin, saya sudah melihat gambaran mimis senapan angin ini pada gambaran foto rontgen seorang korban senapan angin dan saat itu saya terheran-heran dengan bentuk benda ini.

Sebuah mimis senapan angin pada umumnya dirancang sebagai dua buah struktur yang digabungkan menjadi satu. Struktur pertama adalah rok (skirt) dan struktur kedua adalah kepala (head). Alih-alih kedua struktur ini disatukan dalam suatu silinder yang lurus, mereka malah disatukan dengan bentuk silinder bikonkaf dan dinamakan pinggang (waist). Bentuk ini dinamakan "diabolo" atau dua bola.


Mengapa produsen mimis merepotkan diri dengan menciptakan struktur serumit ini?

diabolo pellet
Gambar 1. Ilustrasi Desain Diabolo suatu Mimis Senapan Angin. Diambil dari:
http://www.pyramydair.com/article/It_s_only_a_pellet_Why_airguns_are_so_different_from_firearms_October_2009/71

Bagian rok mimis dirancang selayaknya sebuah klep penahan udara. Klep ini akan terbentuk sempurna saat rok mimis mengembang pada laras saat mimis didorong masuk ke dalam laras dan saat udara bertekanan memaksa dinding rok membentuk cetakan bentuk bagian dalam laras. Klep yang terbentuk ini akan menahan udara yang berekspansi cepat (pada senapan pneumatik) atau udara yang mendesak cepat (pada senapan springer) sehingga tekanan yang dialaminya menggerakan mimis ke arah ujung laras. Untuk keperluan ini maka diameter rok biasanya lebih lebar daripada diameter kepala mimis.
Bagian kepala adalah konsentrasi massa atau berat dari sebuah mimis. Tidak seperti bagian rok yang berongga (hollow), bagian kepala dibentuk lebih solid. Bahkan untuk desain hidung kepala berbentuk hollow point sekalipun, konsentrasi berat mimis masih lebih condong ke arah kepala. Hal ini penting karena titik berat yang berada di depan akan memberikan stabilitas arah saat meluncur. Seperti shuttlecock badminton yang dipukul dari arah manapun pada akhirnya akan mendarat dengan kepala terlebih dahulu.
Pinggang mimis dirancang sebagaimana saat ini untuk memberikan hambatan udara (aerodynamic drag). Hambatan ini akan memberikan stabilitas juga pada arah terbang mimis. Hal ini dinamakan fitur kestabilan mimis yang kedua. Kombinasi fitur mimis ini sendiri membuat desain mimis diabolo secara alamiah stabil. Bahkan pada laras yang tidak beralur (smooth bore), mimis akan terbang dengan stabil. Pinggang mimis sendiri memiliki fungsi lain yaitu untuk membatasi kecepatan. Mimis sendiri dirancang untuk meluncur di bawah kecepatan suara (di permukaan laut kecepatan suara sekitar 1096 fps). Memasuki area kecepatan suara (transonik, sekitar 900 fps) atau di atas kecepatan suara (ultrasonik), maka akan menyebabkan gangguan stabilitas. Dikatakan bahwa pada area transonik, mimis akan mengalami guncangan (tumbling), di mana mimis tidak akan bergerak lurus sepanjang sumbu malahan hidung mimis akan berputar-putar.
Pinggang mimis yang menyempit sebenarnya menciptakan aliran udara turbulen di sekelilingnya dan menyebabkan bantalan udara (air cushion) untuk aliran udara laminar di sekelilingnya. Ekor dari mimis yang dibentuk dari mimis ini yang akan menyebabkan hambatan aerodinamik (aerodynamic drag)  kedua yang memperlambat kecepatan mimis. Drag ini semakin dialami bila ekor mimis semakin panjang.

Pellet Drag
Gambar 2. Gambaran Mimis pada Uji Terowongan Angin. Di sini menunjukkan aliran udara yang sempurna pada mimis yang tidak ditembakkan. Pada kenyataannya mimis yang ditembakkan akan memiliki deformitas akibat kontak dengan bagian dalam laras dan cenderung akan mengalami guncangan. Sehingga akhirnya pada ekor mimis akan terdapat peningkatan hambatan udara. Diambil dari: http://www.airgun.co.uk/Airgun_Accurracy.html


Bila mimis diabolo dikatakan secara alamiah stabil, mengapa kita memerlukan laras beralur?
Permasalahannya adalah suatu mimis tidak pernah benar-benar dibuat dengan seragam. Dikatakan mimis sendiri memiliki ketidakstabilan yang disebabkan karena titik berat mimis tidak benar-benar berada di sumbu panjangnya. Bayangkan bahwa bahan pembuat mimis dibuat dengan cara melelehkan bahan campuran logam lalu mendinginkannya. Proses ini menyebabkan timbulnya konsentrasi bahan yang tidak merata dan bahkan gelembung udara mikro pada bahan baku mimis. Belum lagi permasalahan aerodinamika akibat cacat produksi bahkan deformitas saat mimis dimasukkan dan meluncur meninggalkan laras. Laras sendiri juga akan menyebabkan gangguan aerodinamika yang menyebabkan timbulnya drag pada mimis. Akibatnya setelah mimis meninggalkan laras, mimis akan berguncang tidak beraturan (wobbling/tumbling). Untuk mengatasi hal ini, pemberian gaya rotasi pada mimis akan memberi kestabilan secara statik dan dinamik.


Gambar 3. Pengaruh Guncangan terhadap Kestabilan Terbang Mimis. Diambil dari: http://www.pyramydair.com/blog/2009/07/do-pellets-spiral.html

Laras beralur pertama kali digunakan pada senjata api. Karena profil proyektil  yang digunakan jenis senjata ini tidak memiliki fitur kestabilan yang secara alamiah terdapat pada mimis senapan angin, maka laras beralur akan memberi manfaat terbesar pada proyektil senjata api.
Alur (rifling) dari senapan sendiri berfungsi menciptakan putaran pada proyektil yang melewati dan meninggalkan laras. Dikatakan bahwa efek putaran pada proyektil akan memberikan kestabilan statik yang pada akhirnya akan meningkatkan akurasi. Bayangkan sebuah gasing yang berputar! Pada kecepatan tertentu putaran ini akan menyebabkan gasing dapat berdiri tegak dan gasing ini tidak akan jatuh selama kecepatan rotasinya cukup.
Lalu bayangkan juga tabung pengering mesin cuci! Pada saat kita memasukkan pakaian basah dan menyusunnya secara tidak proporsional (cukup simetris beratnya), kita akan mendengar suara gaduh yang timbul karena tabung pengering berguncang menghantam dinding mesin cuci.  Bila simetri berat ini tidak begitu berat, maka seiring dengan bertambahnya kecepatan suara gaduh ini akan hilang. Namun bila asimetri yang dialami tabung sangat besar, semakin bertambahnya putaran mesin malah akan menambah berat suara gaduh yang dihasilkan. Pada proyektil yang terbang meninggalkan laras fenomena ini dinamakan precession yang disebabkan gerakan yawing. Pada proyektil, sudut gerakan precession yang semakin mengecil seiring dengan jarak yang ditempuh, dikatakan proyektil tersebut stabil secara dinamik.

Gambar 4. Gerakan Precession pada Sebuah Gyroscope.

Yawing motion of an armor-piercing bullet
Gambar 5. Gambar Gerakan Yawing Peluru yang Secara Dinamik Stabil . Diambil dari: http://www.nennstiel-ruprecht.de/bullfly/fig18.htm

Pada intinya suatu proyektil dapat dibuat stabil baik secara statik maupun dinamik dengan memberikan kecepatan rotasi yang cukup.
Kecepatan rotasi proyektil ditentukan oleh (1) twist rate (berapa jarak dalam inchi (X) untuk satu putaran, dinyatakan dengan 1:X. Misalnya 1:16, 1:20, atau 1:22) dan ditentukan juga oleh (2) kecepatan proyektil. Sebagai contoh kasus: sebuah laras dengan twist rate 1:16 yang artinya berputar 1 kali setiap 16" (atau setiap 1.33 feet) dan mimis yang memiliki kecepatan 700 fps (feet per second) berarti kita akan mendapatkan putaran mimis sebesar 525 putaran per detik atau 31,509 rpm (rotasi per menit). Dan bila kecepatan linier mimis menjadi 800 fps, maka didapatkan kecepatan rotasi mimis menjadi 36,009 rpm.
Kecepatan sebuah mimis sendiri tidak pernah tetap selama mimis itu terbang. Sesaat setelah mimis meninggalkan laras, kecepatan mimis itu langsung mengalami perlambatan atau deselerasi. Tingkat perlambatan mimis ini disebut juga sebagai ballistic coefficient (BC). Dikatakan bahwa proyektil dengan nilai BC yang semakin besar, maka proyektil akan semakin aerodinamis. BC ini sangat ditentukan oleh desain kepala dan hidung mimis di mana profil hidung mimis yang rata (wadcutter) akan menyebabkan kehilangan kecepatan yang lebih cepat. Dikatakan juga bahwa semakin kecil nilai BC maka suatu proyektil akan semakin mudah dibelokkan angin.

File:Effect of BC on Wind Drift.jpg
Gambar 6. Grafik Hubungan nilai BC dengan Pergeseran Akibat Kecepatan Angin. Diambil dari: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Effect_of_BC_on_Wind_Drift.jpg

Dikatakan bahwa mimis dengan profil hidung wadcutter memiliki akurasi terbaik di bawah 20 meter. Sedangkan profil hidung dome dapat melampaui jarak 20 meter. Hal ini berhubungan dengan BC dan kecepatan rotasi yang dialaminya.
Bagaimana kecepatan putaran dan pengaruhnya pada akurasi telah ada yang mengujinya. Ada data spesifik pada senapan angin yang menarik yang saya ambil dari blog milik Tom Gaylord. Pada pengujian ini beliau menggunakan senapan yang sama (Airforce Talon SS) dengan 3 laras yang berbeda twist rate-nya (1:12, 1:16 dan 1:22). Pada dua mimis yang digunakan, semuanya menunjukkan trend peningkatan akurasi dengan kecepatan rotasi yang meningkat.

07-24-13-01-Velocity-table
Gambar 7. Pengaruh Twist Rate terhadap Kecepatan. Semakin cepat putaran mimis (ditunjukkan dengan semakin kecil twist rate) menyebabkan kecepatan linier sebuah mimis semakin kecil. Diambil dari: http://www.pyramydair.com/blog/2013/07/how-does-rifling-twist-rate-affect-velocity-andor-accuracy-part-13/
Accuracy table final
Gambar 8. Pengaruh Twist Rate terhadap Akurasi Mimis. Semakin cepat putaran mimis pada tingkat tertentu akan meningkatkan akurasi sebuah mimis terutama pada jarak yang jauh. Diambil dari: http://www.pyramydair.com/blog/2013/07/how-does-rifling-twist-rate-affect-velocity-andor-accuracy-part-13/



Simpulan
Mimis senapan angin dikatakan secara alamiah stabil  karena desainnya yang berbentuk diabolo.
Pemberian gaya rotasi pada mimis dapat membantu kestabilannya terutama yang berkaitan akibat gangguan aerodinamis yang dialami mimis dan pada jarak yang tembak yang jauh.
Kecepatan rotasi dipengaruhi oleh twist rate laras dan kecepatan mimis.